Sebuah cerita nyata.
Yang dibuat layaknya opera.
Diisi oleh lakon yang luar biasa.
Mampu memikat penonton bahkan lakon lain dengan magicnya.
Sungguh lakon yang luar biasa.
Yang diperankan oleh seorang manusia.
Manusia yang diberikan peran tampuk kekuasaan.
Yang digunakan untuk menunjukkan gaya hidup yang kelewatan.
Sungguh tokoh yang luar biasa.
Ditundukkannya semua lawan dengan biasa.
Tanpa perlu kekerasan.
Yang diperlukan hanyalah tampuk kekuasaan.
Ternyata bukan sekedar tampuk kekuasaan.
Tapi ada hal-hal lain yang sulit untuk ditangkap nalar dan pikiran.
Apresiasi yang setinggi-tingginya untuk peran yang dilakukan.
Sehingga semua terpaku akan apa yang sudah dilakukan.
Ini semua butuh latihan.
Untuk menutupi sebuah kesalahan.
Agar yang terlihat ialah kebenaran.
Diperlukan skenario untuk memuluskan.
Sungguh sayang seribu sayang.
Yang disayang sudah tidak sayang.
Lupa menutup lubang galian.
Sehingga banyak yang terjerembab masuk ke dalam galian.
Yang terjerembab tidak tinggal diam.
Dibuatnya sebuah alur yang begitu kelam.
Alur yang menjadi saksi tonggak perubahan.
Perubahan ke arah yang diinginkan.
Diisi oleh lakon-lakon yang sungguh menawan.
Membuat sang lawan menjadi ketakutan.
Semua penonton dibuat terdiam.
Diam.
Diam.
Diam.
Diam.
Biarkanlah lakon ini yang berperan.
Untuk mengungkap tabir kebenaran.
Kebenaran yang hakiki.
Bukan kebenaran yang ditutup-tutupi.
Opera sudah tinggal opera.
Tak ada lagi panggung orkestra.
Comments
Post a Comment